5:51 Piece

Exhorting his students to get out there and mingle with non-Muslims, the Sheikh challenged the extremist concept of al-wala wa al-bara, the doctrine of loyalty and dissociation, which holds that Muslims should not, except in circumstances of extreme need, befriend non-Muslims.

The Muslims who warn against befriending Jews or Christians often cite the fifty-first verse from the fifth sura, “The Table,” which can read like a bald warning not to mix with other monotheists: “Choose not for friends such of those who received the Scripture before you.” Thomas Cleary, my favorite English translator of the Quran, sees 5:51 as a warning merely against taking “Jews and Christians for patrons, for they are patrons of each other.” Whether one opted for “patrons” or “friends,” the phrasing seemed to encourage Muslims to keep their distance from people of other faiths. Hostile zealots both Muslim and non-Muslim—love to brandish that line from 5:51 as proof that “we” should keep clear of “them.” I’d seen 5:51 quoted on a nasty little Islamophobic website that boasted it had “the politically incorrect truth about one really messed up religion.” I’d also read it invoked by a hard-line Muslim sheikh online. In response to a young man’s query as to whether Muslims could “play basketball” or “hang out” with non-Muslims, he handed down fatwa number 59879: “Allah has forbidden the believers to take the [disbelievers] as friends.”

When I asked the Sheikh about it, he cautioned that 5:51 wasn’t a blanket statement. Rather, it applied to a very specific group of non-Muslims at a particular moment in Medina when certain Jewish tribes aligned with the pagan Quraysh against the young Muslim community. “That verse came down when they were in war conditions,” he explained. “That verse is for when unbelievers have all the power, and yet still they oppose the Muslims, and persecute them, and don’t give them freedom.”

Reach out to people of other faiths, the Sheikh encouraged his students. Invite your non-Muslim neighbors to your daughters’ weddings! (He had, though it was fortunate that “our neighbors are very nice people anyway.”) If your neighbors are sick, help them out! Take them a plate of samosas! “The way to bring people to Islam is not the sword,” he smiled. “Sometimes, food can do more than the sword. Invite them for a nice biryani.” Or a kebab. All were means to “interact with the people, mix with the people. People are not your enemy! If there is a barrier between you and them, break the barrier! If people just smell you cooking your biryani, they will hate you! If you offer it to them, they will love you!”

Terjemah:

Dengan menganjurkan agar murid-muridnya keluar dan bergaul dengan nonmuslim, Syeikh (bisa dibilang) menantang konsep al-wara wa-l-bara yang biasa dipahami secara ekstrim. Yakni sebuah doktrin terkait loyalitas dan berlepas diri, yang menentukan bahwa muslim tidak boleh berteman dengan nonmuslim kecuali dalam kondisi yang sangat genting.

Para Muslim yang memperingatkan untuk tidak berteman dengan Yahudi atau Nasrani sering mengutip ayat ke-51 dari surat ke-5, Al-Maidah, yang dapat dibaca sebagai peringatan terang-terangan untuk tidak bergaul dengan ahli kitab.

“Choose not for friends such of those who received the Scripture before you.”

(“Janganlah kamu mengambil para Ahli kitab sebagai kawan-kawanmu”.)

Sementara Thomas Cleary, favoritku dalam penerjemahan al-Qur’an pada Bahasa Inggris, membaca 5:51 sebagai peringatan yang menekankan untuk tidak menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai wali (suporter/pendukung utama/patron) karena mereka adalah wali bagi satu sama lainnya. Apapun yang dipilih, entah teman (sejati) atau wali, istilah tersebut tetap terlihat mendorong Muslim untuk menjaga jarak dari orang beragama lain. Para fanatik keras–baik muslim atau nonmuslim–seringkali mengacungkannya sebagai bukti bahwa “kita” harus terpisah dari “mereka”. Saya pernah menemukan 5:51 yang dikutip pada sebuah laman web islamofobia kecil-kecilan, yang sesumbar bahwa ayat tersebut menunjukkan “kebenaran yang ofensif dari sebuah agama yang bermasalah”. Sayapun pernah membacanya dikutip secara online oleh seorang syeikh garis keras saat menjawab pertanyaan seorang anak muda tentang kebolehan ‘main basket’ atau ‘nongkrong-nongkrong’ dengan nonmuslim. Dia mengeluarkan fatwa 59879: “Allah telah melarang orang-orang beriman untuk mengambil orang-orang kafir sebagai teman.”

Ketika saya bertanya pada Syeikh terkait hal ini, beliau dengan kehati-hatian menyampaikan bahwa 5:51 bukanlah sebuah pernyataan generalisasi; melainkn berlaku hanya pada sekelompok nonmuslim yang sangat spesifik pada saat tertentu di Madinah ketika suku-suku Yahudi bersekutu dengan Musyrik Quraisy melawan umat islam yang baru terbentuk. “Ayat tersebut turun saat mereka berada dalam kondisi perang”, jelasnya. Ayat ini berlaku saat orang-orang kafir menguasai seluruh kekuatan dan mereka masih saja memusuhi kaum muslim, menyiksa mereka dan tidak memberikan kebebasan.

Rengkuhlah orang-orang nonmuslim, saran Syeikh pada murid-muridnya. Undang tetangga nonmuslim pada pernikahan putri-putrimu (seperti yang ia lakukan, meski katanya, “kami sangat beruntung memiliki tetangga nonmuslim yang baik hati”). Jika tetanggamu sakit, bantu mereka. Antarkan sepiring samosa (Syeikh berasal dari India dan kala itu sedang menyampaikan ceramah pada audiens yang kebanyakan verasal dari Asia Selatan, pen).  “Cara untuk membawa Islam bukanlah dengan pedang”, ujarnya sambil tersenyum. “Kadang-kadang makanan lebih sakti daripada pedang. Undang mereka untuk makan biryani yang lezat.” Atau kebab. Semuanya bertujuan untuk berinteraksi dengan orang-orang. Berbaur dengan mereka. Mereka bukan musuh. Jika ada penghalang antara kalian dengan mereka, hilangkan penghalang itu. Jika mereka hanya mencium aroma biryani yang kalian masak,mereka akan membencimu.  Tapi jika kalian menawarkannya pada mereka, mereka berbalik mencintaimu!  ;D

wp-image-335054734jpeg.jpeg

Leave a comment